CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 23 Desember 2013

MANAJEMEN KEBIDANAN PADA NEONATUS HIPOTERMIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kualitas dari pelayanan kesehatan saat ini di tuntut untuk semakin meningkat ke arah pelayanan yang lebih optimal. Hal tersebut didorong oleh berbagai perubahan mendasar di masyarakat baik ekonomi, pendidikan, teknologi dan informasi serta berbagai perubahan lainnya. Terlebih lagi tuntutan dari pemerintah yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat untuk menerima pelayanan kesehatan termasuk perubahan tuntutan masyarakat pada peningkatan pelayanan kebidanan. Salah satu pelayanan kebidanan yang juga memerlukan peningkatan kualitas adalah pelayanan asuhan kebidanan terhadap bayi hipotermia.
Penyebab utama mortalitas neonatus di negara berkembang adalah asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermia. Hipotermia pada neonatus  merupakan kejadian umum di seluruh dunia. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di negara berkembang termasuk Indonesia, masih menjadi masalah utama terutama yang berkaitan dengan kejadian hipotermia.
Hipotermia yaitu penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal. Kehidupan bayi baru lahir yang paling kritis adalah saat mengalami masa transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Salah satu yang menjadi masalah yang dialami bayi pada masa transisi ini adalah hipotermia.
Bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat hipotermia yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,5oC disamping asfiksia dan infeksi. (Imral Chair,2007)
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia tergolong masih tinggi, berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap satu jam 10 bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia meninggal (Roesli Utami, 2008).
WHO memperkirakan hampir sekitar 98% dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare (Imral chair, 2007).
Angka kematian sepsis neonatorum menurut DEPKES RI cukup tinggi yaitu sekitar 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007).
Bayi yang mengalami hipotermia mempunyai risiko tinggi terhadap kematian sehingga memerlukan pengawasan dan perawatan yang intensif dan ketat dari tenaga kesehatan yang berpengalaman dan berkualitas tinggi. Peran bidan sangat diperlukan untuk mencengah terjadinya risiko hipotermia pada bayi. Seorang bidan itu harus memiliki pengetahuan yang luas, sikap dan keterampilan dalam melakukan asuhan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Pentingnya pengetahuan dari seorang bidan tersebut dalam pemberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir melatarbelakangi penulis dalam pembuatan makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian/definisi dari hipotermia pada BBL?
2.      Apa saja etiologi dari hipotermia pada BBL?
3.      Bagaimana patofisiologi dari hipotermia pada BBL?
4.      Apa saja tanda dan gejala dari hipotermia pada BBL?
5.      Bagaimana menentukan diagnosis hipotermia pada BBL?
6.      Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada BBL yang mengalami hipotermia?
7.      Bagaimana penanganan serta pencegahan hipotermia pada BBL?

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan hipotermia pada bayi baru lahir.
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini :
a.       Untuk menjelaskan pengertian hipotermi pada bayi baru lahir.
b.      Untuk menjelaskan penyebab/etiologi dari hipotermi pada BBL.
c.       Untuk menjelaskan patofisiologi dari hipotermi pada BBL.
d.      Untuk menjelaskan tanda dan gejala dari hipotermi pada BBL.
e.       Untuk menjelaskan cara menentukan diagnosis hipotermia pada BBL.
f.       Untuk menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada BBL yang mengalami hipotermia.
g.      Untuk menjelaskan Penanganan serta pencegahan hipotermi pada BBL.

D.    Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Penulis dapat mengembangkan pola pikir serta menambah pengetahuan dan pemahaman tentang hipotermia dalam melaksanakan asuhan kebidanan.
2.      Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang hipotermi pada bayi baru lahir

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Definisi
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC (Rutter 1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko mengalami stres dingin (Fraser & Cooper.ed, 2009). Menurut Sarwono (2002), gejala awal hipotermia apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi  sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia kuat bila suhu tubuh <32oC. Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5oC, yang terbagi atas hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5oC, hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36oC, dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya metabolik anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian.

B.     Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas.
1.      Penurunan Produksi Panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.
2.      Peningkatan Panas yang Hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara :
a.       Konduksi :
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh melalui konduksi.
b.      Konveksi :
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : bayi yang diletakkan di dekat pintu/jendela terbuka, inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
c.       Radiasi :
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin. Bayi akan mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
d.      Evaporasi :
Cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir, karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir dan bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi setelah bayi dimandikan.

3.      Kegagalan Termoregulasi
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam uterus. Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterine/saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anastesi) dapat menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.
Setelah lahir, suhu tubuh bayi dapat turun sangat cepat. Bayi aterm yang sehat akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam kisaran normal. Namun, jika bayi bermasalah saat lahir oleh kondisi di bawah ini, stress tambahan akibat hipotermia dapat membahayakan :
a.       Asfiksia berat
b.      Resusitasi ekstensif
c.       Pengeringan setelah kelahiran yang terlambat
d.      Gawat napas
e.       Hipoglikemia
f.       Sepsis
g.      Bayi premature atau KMK
C.    Patofisiologi
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
1.      Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2.      Non- Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3.      Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat menimbulkan efek samping serta gangguan – gangguan metabolik yang berat. Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik, suhu tubuh bayi rata-rata akan turun 0,1oC-0,3oC setiap menitnya, sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi akan turun 2oC dalam setengah jam pertama kehidupan. WHO Consultative Group on Thermal Control menyebutkan bahwa BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya akan turun 2oC-4oC dalam 10-20 menit kemudian setelah kelahiran.
D.    Tanda dan Gejala
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
Saat neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia menjadi sangat gelisah; kemudian, saat suhu inti tubuhnya menurun, ia mengadopsi posisi fleksi yang rapat guna mencoba mempertahankan panas. Bayi yang sakit atau premature akan cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti katak dengan semua permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan kehilangan panas (Robenton, 2001).
Orang dewasa dapat menghilangkan panas dengan menggigil, sementara neonatus menggunakan cadangan lemak coklat mereka. Selama metabolisme lemak coklat, oksigen di konsumsi dan hal ini dapat menyebabkan perubahan pola pernapasan, biasanya meningkatkan frekuensinya. Selain itu, bayi mungkin dapat terlihat pucat atau bercak-bercak dan mungkin tidak mau menyusu. Hipoglikemia merupakan gambaran umum pada bayi dengan peningkatan penggunaan energi yang berhubungan dengan termoregulasi dan hal ini dapat menyebabkan bayi menggerakan ekstremitas dengan tersentak-sentak, meskipun diam dan sering kali lemas.

Sarwono (2002), mengklasifikasikan tanda dan gejala hipotermia pada neonatus seperti dibawah ini :
1.      Gejala hipotermia bayi baru lahir
a.       Bayi tidak mau minum/menetek
b.      Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
c.       Tubuh bayi teraba dingin
d.      Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema)
2.      Tanda-tanda hipotermia sedang (Stres dingin)
a.       Aktivitas berkurang, letargis
b.      Tangisan lemah
c.       Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
d.      Kemampuan menghisap lemah
e.       Kaki teraba dingin
3.      Tanda-tanda hipotermia berat (Cedera dingin)
a.       Sama dengan hipotermia sedang
b.      Bibir dan kuku kebiruan
c.       Pernafasan lambat
d.      Pernafasan tidak teratur
e.       Bunyi jantung lambat
f.       Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
4.      Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia
a.       Muka, ujung kaki dan tangan berwarma merah terang
b.      Bagian tubuh lainnya pucat
c.       Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

E.     Diagnosis
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Untuk mengukur suhu hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25oC.



F.     Komplikasi
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan pembekuan darah dan yang paling sering terlihat hipoglikemia. Pada bayi premature, stress dingin dapat menyebabkan penurunan sekresi dan sintetis surfaktan. Membiarkan bayi dingin meningkatkan mortalitas dan morbiditas.

G.    Penanganan serta Pencegahan Hipotermia Bayi Baru Lahir
Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE). NTE adalah rentang suhu eksternal, dimana metabolisme dan konsumsi oksigen berada pada tingkat minimum, dalam lingkungan tersebut bayi dapat mempertahankan suhu tubuh normal.
Namun, pada bayi-bayi yang mengalami hipotermia maka harus ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan hipotermia pada bayi, yaitu :
1.      Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2.      Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan.
3.      Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
4.      Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI  sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
5.      Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.
a.       Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat >2500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi ditunda selama ± 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memnadikan bayi, gunakanlah air hangat.
b.      Pada bayi lahir dengan resiko (tidak temasuk kriteria diatas), keadaan umum bayi  lemah atau bayi dengan berat lahir <2000 gram, sebaiknya bayi jangan dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh bayi stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.

Sepuluh langkah proteksi termal untuk mencegah terjadinya hipotermia pada bayi baru lahir :
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat dengan suhu ruangan antara 25oC-28oC serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan BBL sudah disiapkan.

Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan dipermukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat.

Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat.

Langkah ke 4 : Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada BBL.

Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan memandikan bayi segera setelah lahir akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Menimbang bayi juga dapat ditunda beberapa saat kemudian dan dianjurkan pada saat menimbang, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.

Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi adekuat
Kurang lebih 25% kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi sehingga BBL perlu beberapa lapis pakaian serta selimut, dan diberi topi untuk mencegah kehilangan panas tersebut.

Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi-bayi yang dilahirkan dirumah ataupun di rumah sakit, perlu dijadikan satu dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat. Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI on demand, serta mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.

Langkah ke 8 : Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit, atau ke bagian lain di lingkungan rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama dalam perjalanan.

Langkah ke 9 : Resusitasi hangat
Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangat penting karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan panas yang cukup efesien sehingga mempunyai resiko tinggi menderita hipotermia.

Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter, bidan, perawat, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya tetap hangat.












BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    PENGKAJIAN DATA
Tanggal :    30 November 2013
Jam        :    23.15 WIB
Tempat :    di Rumah Bersalin “Harapan Ibu”
Oleh      :    Bidan Nae, Amd. Keb.
No. Reg :    -

1.      Data Subyektif
a.       Biodata
Nama bayi       : “D”                        Nama ibu/ayah       : Ny. L &Tn A
Tanggal lahir   : 30-11-13                Umur                      : 25 th& 27 th     
Jenis kelamin   : Laki-laki                 Pendidikan             : SMA & SMA
Umur               : 6 jam                      Pekerjaan               : IRT & swasta
Alamat            : Kanjeran, Sby           Agama                   : Islam
                                                         Alamat                   : Kanjeran,Sby

b.      Keluhan Utama
-
c.       Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi, dan TBC.Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu suntik TT selama hamil 2x, ibu makan 2-3 x. hari
d.      Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan, bayi lahir 17.15 WIB lahir normal, Bayi lahir tidak langsung menangis.BB bayi 3100 gr PB 49 cm ketuban banyak dan jernih, tidak ada lilitan tali pusat dan ditolong oleh bidan.
e.       Kebutuhan dasar
1)      Pola nutrisi
Bayi sudah diberi ASI, kemampuan menghisap melemah.
2)      Pola eliminasi
Bayi sudah BAB 1x, BAK 2x
3)      Pola istirahat / tidur
Bayi sudah istirahat / tidur
4)      Pola aktivitas
Tangisan bayi melemah, gerakan berkurang.
f.       Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang dapat berpengaruh dan menular terhadap bayi seperti DM, jantung, TBC, hipertensi, asma, hepatitis.
g.      Riwayat Psikososial
Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya dan ibu mengatakan siap merawat bayinya.
2.      Data Obyektif
a.       Pemeriksaan umum
K           : lemah, bayi menangis
TTV      :
suhu      : 35,50 C
BJA      : 80 x/menit
RR        : 50 x/menit
b.      Pemeriksaan Fisik
Kepala             :tidak ada kelainan
Muka                :kemerahan
Mata                 :Konjungtiva kemerahan, sclera tidak icterus, tidak ada perdarahan.
Hidung             :tidak ada pernafasan cuping hidung, nafas spontan.
Telinga             :simetris, tidak mengeluarkan cairan
Mulut                :reflek hisap lemah.
Leher                :tidak ada pembesaran kelenjar limfe, venajugularis
Dada                 :tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat pernfasan diafragmatik, tidak ada benjolan, regular, bayi ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen          :tali pusat belum lepas dan sudah ditali
Genetalia          :testis belum turun, glan penis normal
Ekstremitas       : warna kulit dan kuku kemerahan, teraba dingin.
c.       Pemeriksaan Neurologis
1)      Reflek moro
Pada bayi timbul gerak terkejut ketika mendengar suara keras.
2)      Reflek menggenggam
Saat tangan disentuh dengan jari pemeriksan bayi menggenggam lemah jari pemeriksa
3)      Reflek rooting
Bayi menoleh waktu pipi disentuh
4)      Reflek menghisap
Hisapan bayi pada putting susu lemah
5)      Glabella reflek
Bayi mengerutkan kening dan mengedipkan mata saat disentuh pada daerah  glabella
d.      Pemeriksaan antropometri
1)      BB : 3100 gr
2)      PB : 49 cm
3)      LK : 34  cm



3.      Analisa
Diagnosa                 : Bayi baru lahir dengan hipotermi sedang
Diagnosa Potensial :  Hipotermi berat, apneu, hipoglikemia.
                 Masalah                  : -
                 Masalah potensial   : -
4.      Penatalaksanaan
a.       Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi.
E/  Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan tampak kooperatif dengan bidan.
b.      Mengembalikan suhu tubuh bayi dengan cara kontak kulit dengan ibu
E/ Bayi sudah diletakkan diatas perut ibu dan diberi selimut serta penutup kepala.
c.       Memberitahu ibu untuk memberikan ASI sesering mungkin.
E/ Ibu menyusui bayinya.
d.      Menunda memandikan bayi sampai suhu tubuh stabil.
E/ Bayi tidak dimandikan.
e.       Memantau suhu tubuh bayi setiap 15 menit.
E/  suhu tubuh stabil pada jam 00.15









BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC (Rutter 1999). BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas diantaranya adalah penurunan produksi panas, peningkatan panas yang hilang dan kegagalan termoregulasi. Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu melalui aksila, rektal atau kulit.
Hipotermia dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apneu, penurunan kemampuan pembekuan darah dan yang paling sering terlihat hipoglikemia. Jika bayi sudah mengalami hipotermia, penanganan yang diberikan harus adekuat dengan cara hangatkan tubuh bayi dengan incubator, penyinaran lampu atau dengan cara kontak kulit langsung. Selain itu cegah terjadinya hipoglikemi dengan memberikan cairan pada bayi baik ASI maupun cairan dextrose.
B.     Saran
1.      Hipotermia pada bayi baru lahir dapat lebih mudah di tangani bahkan di cegah apabila ada kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan anggota keluarga.
2.      Bidan sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan kepada calon ibu, calon ayah, dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi yang lahir tidak terlepas dari resiko hipotermia. Dengan demikian, keluarga sudah dipersiapkan untuk melengkapi kebutuhan (misalnya : topi, pakaian, selimut bayi) untuk digunakan bayi setelah lahir.
DAFTAR PUSTAKA

Fraser Diane M, Margareth A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta:EGC
Prawiroharjo, Sarwono dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBBPS
Kosim, Soleh, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi I Cetakan Kedua. Jakarta: IDAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar