BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Trauma lahir merupakan
perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau
kelahiran bayi. Luka yang terjadi pada waktu melakukan amniosintesis, transfuse
intrauterine, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang
terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian
perlukaan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlukaan kelahiran sendiri
dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma
lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai asfiksia. Trauma lahir mungkin
masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk
dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli terlatih.
Angka kejadian trauma
lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal
ini disebabkan adanya kemajuan dalam bidang obstetric, khususnya pertimbangan
tindakan seksio sesaria atas indikasi adanya kemungkinan keuslitam melahirkan
bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma
lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar
antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Beberapa factor resiko yang dapat
menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia,
malpresentasi, presentasi ganda, disporposi sefalo-pelvik, kelahiran dengan
tindakan, persalinan lama, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya
factor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat
hubungannya dengan cara lahur bayi tersebut atau fantom yang dilakukan penolong
persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya
mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma
lahir dapat bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Fraktur tulang humerus
adalah salah satu trauma lahir yang dapat terjadi pada bayi baru lahir,
walaupun angka kejadiannya sedikit. Bidan harus mengetahui tanda-tanda dari
trauma ini, sebagai deteksi dini trauma pada bayi baru lahir.
1.2. Tujuan Umum
1.Dapat
memberikan asuhan bayi baru lahir dengan fraktur humeri
1.3. Tujuan Khusus
1. Mengetahui
tanda dan gejala fraktur pada bayi baru lahir.
2. Dapat
melakukan deteksi dini fraktur humerus pada bayi baru lahir
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian
Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan akibat
rudapaksa. (Mochtar, 1999).
Fraktur tulang kadang
terjadi selama kelahiran. Menurut Hamilton (2000), tulang-tulang yang
kebanyakan mengalami cedera adalah klavikula, humerus, femorus. Gejala fraktur
pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
1. Perubahan
warna jaringan yang terkena.
2. Deformitas
postur tubuh atau bengkak.
3. Abnormal
mobilitas atau kurangnya gerakan.
4. Menangis
merintih ketika tulang digerakkan
Bila
dicurigai terjadinya fraktur, harus dilakukan perawatan yang cermat dengan
mengimobolisasi bagian yang terkena dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Traksi atau splints mungkin digunakan untuk
mengimobilisasi bagian yang fraktur selama periode penyembuhan.
Trauma
tulang humerus lebih jarang terjadi dibandingkan dengan fraktur tulang
klavikula. Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang
dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit inilah
merupakan penyebab terjadinya fraktur tulang humerus. Pada kelahiran presentasi
kepala dapat pula ditemukan fraktur ini bila terjadi tekanan yang keras dan
langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. (Nelson Pediatric Textbook
Volume 3).
2.2. Etiologi
Fraktur humerus lebih
jarang terjadi. Kesulitan yang dijumpai saat pengeluatan bahu pada presentasi
kepala dan lengan ekstensi pada letak sungsang sering menyebabkan fraktur ini.
akan tetapi, hingga 70% kasus terjadi pada persalinan normal. Fraktur ekstrimitas
atas yang berkaitan dengan persalinan sering berjenis greenstick, meskipun
dapat terjadi fraktur komplet disertai tumpang tindih tulang (Cunningham,
2005).
Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke
atasa. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit inilah merupakan penyebab
terjadinya fraktur tulang humerus. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula
ditemukan fraktur ini bila terjadi tekanan yang keras dan langsung pada tulang
humerus oleh tulang pelvis.
2.3. Patofisiologi
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan ( Apley,A. Graham.1997 ). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari tekanan yang dapat ditoleransi tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang ( Carpnito, Lynda Juall. 1997).
Setelah terjadi fraktur , periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih.
2.4. Jenis
Fraktur Humeri
1. Fraktur
suprakondilar humerus, ini terbagi atas:
a. Jenis
ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan posisi lengan siku
dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi
b. Jenis
fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan
tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit
fleksi.
2. Fraktur
interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak
adalah fraktur kondiler latreralis dan fraktur kondiler medialis humerus.
3. Frakur
batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma
langsung yang mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi).
4. Fraktur
kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum
antomikum (terletak dibawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak
dibawah tuberkulum).
2.5. Gejala
Gejala klinis dapat diketahui dengan
berkurangnya gerakan tangan yang sakit, ditemukannya reflex moro yang
asimetris, terbanya deformitas dan krepitasi di daerah fraktur disertai rasa
sakit, atau terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif. Letak fraktur umumnya
di daerah diafisis. Diagnosis pasti ditegakkan denan pemeriksaan radiologi.
2.6. Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan jalan
imobilisasi selama 2-4 minggu dengan fiksasi bidai. Prognosis penyembuhan
fraktur tumpang tindih ringan dengan deformitas, umunya akan baik. Dalam masa
pertumbuhan dan pembentukan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut
akan tumbuh dan akhirnya akan mempunyai bentuk serta panjang yang normal. Hal
ini disebabkan karena fraktur tersebut akan member stimulais pertumbuhan pada
epifisisnya. Bila fraktur tulang humerus terletak di daerah sulkus nervus
radialis, maka oerlu diperhatikan kemungkinan adanya komplikasi paralisis saraf
radialis.
2.7. Penanganan
a. Imobilisasi
lengan pada sisi bayi dengan lengan siku fleksi 90° selama 10-14 hari serta kontrol nyeri.
b. Daya
penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih
ringan dengan deformitas umunya akan baik.
c. Dalam
masa pertumbuhan dan pembentukan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur
tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal.
BAB
3
ASUHAN
KEBIDANAN PADA NEONATUS
DENGAN
FRAKTUR HUMERI
1.1 Data subjektif
Data subyektif adalah
persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan meliputi :
1.
Biodata atau identitas pasien :
1.
Bayi
meliputi: nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin .
2.
Orangtua
meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,
penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott
Laura A, 1997 : 6).
2.
Riwayat antenatal
Yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
BBL dengan fraktur humerus yaitu:
·
Keadaan
ibu selama hamil dengan diabetes mellitus.
3.
Riwayat natal
Komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan fraktur
humeri pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
·
Kala
II : Persalinan dengan letak
sungsang dengan tangan menjungkit ke atas, adanya adistocia bahu, panggul sempit, kala II lama.
4.
Riwayat
post natal
Yang perlu
dikaji :
·
Apgar score bayi
baru lahir 1 menit pertama dan 5 AS (4-6) .
·
Berat
badan lahir : BBL >3800gr dengan persalinan pervaginam.
1.2 Data obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran
dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku.
a.
Keadaan
umum
Pada neonatus dengan fraktur humeri, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang tidak aktif pada daerah lengan dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari
responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.
.
b.
Tanda-tanda
Vital
Suhu : Beresiko
terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 °C. (normal 36,5°C – 37,5°C)
Nadi :
Normal 120-140 kali per menit
Respirasi : Normal
antara 40-60 kali permenit
c.
Pemeriksaan fisik
·
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan
ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
Kecuali pada daerah yang fraktur, terjadi
hematoma di rongga medula tulang.
·
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau
cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
·
Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
·
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
·
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
·
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
·
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf
pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
1.3 Assasment
By.Ny... usia 0-28 hari dengan fraktur humerus
1.4 Planning
1.
Menjelaskan kepada orang tua tentang keadaan bayinya dan
meminta persetujuan untuk melakukan tindakan yang lebih lanjut
2. Imobilisasi
lengan pada sisi bayi dengan lengan siku fleksi 90° selama 10-14 hari serta kontrol nyeri.
3. Menjelaskan kepada
orang tua dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang pada
bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai
bentuk panjang yang normal
4. Memberikan support
mantal kepada orang tua dan keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Mochtar,
Rustam.1998.Sinopsis Obstetri.Jakarta : EGC.
Ø Manuaba.1998.Ilmu
kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidik Bidan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Ø Henderson,Christine,
dkk. 2006.Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Ø Prawirohardjo,
Sarwono. 2002.Asuhan Maternal dan Neonatal .Jakarta : YBP-SP
Ø Saifuddin,
Abdul Bari.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
BAB
4
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan akibat
rudapaksa. (Mochtar, 1999).
Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit inilah merupakan penyebab
terjadinya fraktur tulang humerus. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula
ditemukan fraktur ini bila terjadi tekanan yang keras dan langsung pada tulang humerus
oleh tulang pelvis.
Gejala klinis dapat diketahui dengan berkurangnya gerakan tangan yang
sakit, ditemukannya reflex moro yang asimetris, terbanya deformitas dan
krepitasi di daerah fraktur disertai rasa sakit, atau terjadinya tangisan bayi
pada gerakan pasif. Letak fraktur umumnya di daerah
diafisis. Diagnosis pasti ditegakkan denan pemeriksaan radiologi.
Pengobatan dilakukan
dengan jalan imobilisasi selama 2-4 minggu dengan fiksasi bidai. Prognosis
penyembuhan fraktur tumpang tindih ringan dengan deformitas, umunya akan baik.
Dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang pada bayi, maka tulang yang
fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya akan mempunyai bentuk serta panjang
yang normal. Hal ini disebabkan karena fraktur tersebut akan member stimulais
pertumbuhan pada epifisisnya. Bila fraktur tulang humerus terletak di daerah
sulkus nervus radialis, maka oerlu diperhatikan kemungkinan adanya komplikasi
paralisis saraf radialis.
Bidan bertugas dalam mendeteksi dini adanya fraktur humerus pada bayi baru
lahir, agar dapat memberikan asuhan yang sesuai terhadap bayi dengan fraktur
humerus.
4.2.
Saran
Perlu adanya
kolaborasi yang baik antara bidan dengan tenaga kesahatan dalam memberikan
asuhan terhadap bayi baru lahir. Konseling terhadap orangtua juga diperlukan
agar asuhan dapat terlaksana dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar