BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelahiran
merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi seorang ibu. Anak yang lahir
dengan kondisi sehat adalah harapan semua wanita. Tetapi tidak semua wanita
melahirkan secara normal serta mendapatkan bayi yang sehat. Terdapat berbagai
komplikasi yang terjadi pada saat persalinan. Dalam hal ini yang paling sering
ditemukan adalah kasus asfiksia neonatorum atau asfiksia pada bayi baru lahir.
Menurut
WHO, setiap tahunnya , sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian balita, sebanyak 38% meninggal pada masa BBL (IACMEG, 2005). Kematian
BBL di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%),
infeksi (22%), kelainan kongenital (7%), lain-lain (9%) (WHO, 2007)
Hipoksia janin
yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transpor oksigen dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Faktor-faktor
predisposisi pada asfiksia bayi baru lahir antara lain karena persalinan
tindakan (ekstraksi forceps, vacuum ekstraksi, dan seksio sesarea) dengan
berbagai komplikainya yang bersifat depresi terhadap pernafasan bayi baru
lahir, hipertensi dan preeklamsia pada ibu, solusio plasenta, maupun kompresi
tali pusat bayi,sementara itu proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses
ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar
terjadi ‘primary gasping’ yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan
teratur (Hasan .Ed.,dkk, 2007). Dampak asfiksia yang tidak tertangani
dengan cepat dan baik dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir (Hasan
Ed.,dkk, 2007).
Upaya-upaya yang
aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian BBL
adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar dan
pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian
BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan
ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. (JNPK-KR, 2008),
sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan taraf hidup ibu dan bayi yang pada
akhirnya dapat menurunkan AKI dan AKB. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
kami bahas mengenai asfiksia neonatorum serta penatalaksanaan pada kasus
asfiksia neonatorum.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
1.2.2
Tujuan Khusus
-
Mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan: definisi
asfiksia neonatorum, etiologi, klasifikasi dan tanda gejala klinis,
patogenesis, patofisiologi, prognosis, komplikasi, diagnosis, dan penanganan
asfiksia neonatorum.
-
Mahasiswa
mampu melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kasus asfiksia
neonatorum.
1.3
Manfaat
Setelah
mempelajari, memahami dan menggunakan manajemen kebidanan ini Mahasiswa
diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat dengan kasus yang ada
di lapangan untuk memberikan pelayanan yang bermutu sehingga dapat mendukung
peran, tugas dan tanggung jawab bidan.
1.4
Sistematika
Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Tujuan
3. Manfaat
4. Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum
2. Konsep Asuhan Kebidanan
pada Asfiksia Neonatorum
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian Data
a. Data Subyektif
b. Data Obyektif
2. Assesment
3. Planning
BAB IV PENUTUP
1 Kesimpulan
2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
2
TINJAUAN
TEORI
2.1 Asfiksia Neonatorum
2.1.1
Definisi
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia
Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir dilahirkan tidak segera Bernafas
spontan dan teratur setelah dilahirkan (JNPK-KR. 2008).
Asfiksia
Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998 :
319).
Asfiksia Neonatorum
adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010 :
102).
2.1.2
Etiologi
Pada janin kegagalan pernafasan disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut :
1.
Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
a.
Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya
berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan
yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat
menumbung, dan kehamilan lebih bulan (post term).
b.
Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang
menggunakan narkosa.
2.
Faktor dari ibu selama kehamilan meliputi :
a.
Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang
dapat menyebabkan hipertoni
b.
Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solution
plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.
c.
Vasokonstriksi arterial pada kasus hipertensi
kehamilan dan pre eklampsia dan eklampsia.
d.
Kasus solution plasenta yang dapat menyebabkan
gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang). (Dewi, 2010 : 103).
Towell
(1996) mengajukan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir yaitu :
1.
Faktor
ibu
a. Hipoksia ibu, dapat terjadi karena
hipoventilisasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam sehingga
akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya
b. Gangguan aliran darah uterus.
Menguranginya aliran darah pada uterus akan menyebabkan kekurangan pengaliran O2
ke plasenta dan janin. Misalnya : gangguan kontraksi uterus (hiportemi,
hipotoni, tetani uterus akibat penyakit / obat), hipotensi mendadak pada ibu
akibat perdarahan, hipertensi akibat penyakit eklamsia.
2.
Faktor
plasenta
Pertukaran
gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin atas terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusi plasenta, perdarahan plsenta dan plasenta previa.
3.
Faktor
fetus
Kompresi
umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ii dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbug, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4.
Faktor
neonatus
Depresi
pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang dapat terjadi beberapa hal yaitu :
a. Pemakaian alat anastesi (analgetika yang
berlebihan pada ibu)
b. Trauma yang terjadio pada persalinan
(perdarahan intracranial)
c. Kelainan congenital pada bayi (hernia
diafragmatika, atesi/stnosis saluran pernafasan, hipoplasia). (Dewi, 2010 :
103)
2.1.3
Klasifikasi
dan Tanda Gejala Klinis
Tanda dan gejala asfiksia neonatorum pada masing –
masing klasifikasi berbeda, diantaranya :
1.
Asfiksia berat (nilai APGAR Score 0 – 3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami
asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera.
Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut :
a.
Frekuensi jantung lemah (< 40 kali permenit)
b.
Tidak ada usaha nafas
c.
Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d.
Reflex terhadap rangsangan kurang bahkan tidak ada
e.
Warna kulit bayi pucat atau kelabu
f.
Terjadi
kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
2.
Asfiksia sedang (nilai APGAR Score 4 – 6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul
adalah sebagai berikut:
a.
Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 100 kali per
menit
b.
Usaha nafas lambat
c.
Tonus otot kurang baik
d.
Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsang
e.
Bayi tampak sianosis
f.
Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna
selama proses persalinan
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR Score 7 – 10)
Pada asfiksia ringan tanda dan gejala yang sering
muncul adalah sebagai berikut :
a.
Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali per menit
b.
Bayi tampak sianosis
c.
Adanya retraksi dada
d.
Bayi merintih
e.
Ada penafasan cuping hidung
f.
Bayi kurang aktivitas
g.
Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi,
dan wheezing positif
Pada asfiksia tingkat selanjutnya
akan terjadi perubahan kardivaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaraya :
a. Hilang sumber glikogen dalam jantung
akan mempengaruhi fungsi jantung
b. Terjadinya asidosis metabolic akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga
menimbulkan kelemahan jantung
c. Pengisian udara alveolus yang kurang
adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga
sirkulasi darah mengalami gangguan
2.1.4
Patogenesis
a. Bila janin kekurangan O2 dan
kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap nesovagus sehingga
jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus
berlangsung, maka nesovagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari neso simpatikus. Denyut jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan
menghilang
b. Kekurangan O2 juga
merangsang usus, sehigga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam hipoksia :
a)
Jika
Djj normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia
b)
Jika
Djj > 160 x / menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia
c)
Jika
Djj < 100 x / menit dan ada mekonium
maka janin dalam keadaan gawat
d). Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelekrasis bila janin lahir
alvedi tidak berkembang. (Mochtar, 1998: 428)
2.1.5
Patofisiologi
Dapat
disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2
dan CO2 sehingga berakibat :
a. O2 tidak cukup dalam darah,
disebut hipoksia
b. CO2 tertimbun dalam darah,
disebut hiperkaphea
Akibat dapat
menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campurandengan asidosis metabolic
karena mengalami metabolisme yang anaerob, juga dapat terjadi hipaglikemia.
2.1.6
Prognosis
1. Asfiksia ringan / normal : baik
2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan
penatalaksanaan bila cepat,prognosa baik
3. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian
pada hari-hari pertama, atau kelainan saraf permanent. Asfiksia dengan Ph 6,9
dapat menyebabkan kejang sampai koma, dan kelainan neurologist yang permanent
misalnya cerebal palsy, mental retar dation
(Lab/
Upf Ilmu kesehatan anak, 1994).
2.1.7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh asfiksia
neonatorum adalah :
·
Sembab
otak
·
Perdarahan
otak
·
Anoria
atau oliguria
·
Hiperbilirubinemia
·
Obtruksi
usus yang fungsional
·
Kejang
sampai koma
·
Komplikasi
akibat resusikasinya sendiri : pneumo thorak.
2.1.8
Diagnosis
Untuk
dapat menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1.
In
utero
a. Djj irregular dan frekuensinya lebih
dari 160 x / menit atau kurang dari 100 x / menit
b. Terdapat mekonium dalam air ketuban
(letak kepala) karena terjadi rangsangan nervus x, sehingga peristalktik usus
meningkat dan sfingter ani terbuka
c. Analisis air ketuban / amnioskopi
d. Pemeriksaan PH darah janin
Dengan
menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH, apabila pH itu turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya.
e. Kardiotografi
f. Ultrasografi
2.
Setelah
bayi lahir
a. Bayi tanpak pucat dan kebiru-biruan
serta tidak Bernafas / menetapkan nilai APGAR.
b. Kalau sudah mengalami perdarahan diotak
maka ada gejala neurologik seperti kejang, mistagmus dan menangis kurang baik /
tidak menangis.
(Mochtar. 1998 : 428 dan Manuaba, 1998 : 320).
Selain
itu, diagnosa dapat dibuat dengan menilai skor apgar pada menit ke-1.
Hasil
skor apgar :
0-3 :
asfiksia berat
4-6 : asfiksia sedang
7-10
: normal
Klinis
|
0
|
1
|
2
|
-
Detik
jantung
-
Pernafasan
-
Reflek
waktu jalan nafas dibersihkan
-
Tonus
otot
-
Warna
kulit
-
|
tidak
ada
tidak
ada
tidak
ada
lunglai
biru
pucat
|
<
100/m
tak
teratur
menyeringai
fleksi
ekstremitas
tubuh
merah, ekstremi tas biru
|
>
100/m
tangis
kuat
batuk/
bersih
fleksi
kuat gerak aktif
fleksi
kuat gerak aktif, merah seluruh tubuh
|
Pemantauan : Bila skor apgar 5 menit masih kurang dari 7, penilaian
dilanjutkan setiap 5 menit, sampai skor mencapai 7
2.1.9
Penanganan
1.
Prinsip
dasar resusitasi ialah:
a. Memberi lingkungan yang baik pada bayi
dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya
pernafasan
b. Memberikan bantuan pernafasan secara
aktif pada bayi yang menunjukkan usaha nafas lemah
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang
terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
2.
Tindakan
umum
a.
Pengawasan
suhu
Tidak
membiarkan bayi kedinginan agar tidak memperoleh kondisi asifiksia. Dapat
dilakukan dengan pemakaian lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar dan
pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
b. Pembersihan jalan nafas
Pada
saat pemberishna saluran nafas bagian atas dari lender dan cairan amnion letak
kepala harus lebih rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya lender.
Bila terdapat lender kental yang melekat ditrakea dan sulit dikeluarkan dengan
penghisapan biasa, dapat digunakan laringoskop neonatal.
3.
Rangsangan
untuk menimbulkan pernafasan
a. Sebagian besar dapat dilakukan dengan
penghisapan lender dan cairan amnion melalui nasofaring
b. Pengaliran O2 yang cepat
kedalam mukosa hidung
c. Rangsangan nyeri dapat ditimbulkan
dengan memukul kedua telapak kaki bayi menekan tendom achilles
4.
Tindakan
khusus
a. Asfiksia berat (skor apgar 0-3);
1)
Memperbaiki
ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan dari intermiten /
melakukan intubasi endotrakeal
2)
Meletakkan
Katter dalam trakea, O2 diberikan
dengan tekanan tidak lebih dari 30 cm H2O untuk mencegah kemungkinan
terjadinya inflasi paru berlebihan yang dapat menimbulkan rupture alvedi
3)
Memberikan
antibiotika profilaksi pada bayi yang mendapat tindakan pemasangan kateter
4)
Asfiksia
yang disertai asidosis paru perlu diberikan bikar bonas natrikus dengan dosis
2-4 mEg/kgbb atau larutan bikarbonas natrikus 7,5 % ditambah dengan glukosa
15-20 % dengan dosis 2-4 ,l/kgbb (kedua obat ini disuntikan secara intravena
dengan perlahan-lahan melalui umbilikalis)
5)
Jika
setelah 3x inflasi tidak ada perbaikan pernafasan maka harus segera masase jantung
eksternal dengan frekuensi 80-100 x / menit. Dilakukan dengan cara 1 kali
ventilisasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks
b. Asfikisa sedang (skor apgar 4-6)
1). Melakukan stimulasi dalam waktu 30-60
detik bila tidak timbul pernafasan spontan maka ventilisasi aktif harus segar
dilakukan
2)
Cara
ventilisasi aktif yaitu dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan
O2 dialirkan dengan aliran 1-2 1/menit
3)
Memberikan
posisi dorsoflkeis kepala pada bayi
4)
Lakukan
gerakan membuika dan menutup nares dan mulut secara teratur disertai gerakan
dagu keatas da ke bawah dalam frekuensi 20x/menit sambil memperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen
5)
Jika
tidak ada hasil yang diperlihatkan oleh bayi maka lakukan ventilisasi mulut ke
mulut atau ventilisasi kantong masker. Ventilisasi dilakukan secara teratur
dengan frekuensi 20 – 30 x/menit sambil memperhatikan gerakan pernafasan
spontan yang timbul. (Hasan, 1985 : 1077)
Menurut
APN (2008), setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu
resusitasi, maka tindakan harus segera dilakukan. Pemotongan tali pusat dapat
dilakukan diatas perut ibu atau di dekat perineum.
1.
Pemotongan
tali pusat diatas perut ibu
Bayi baru lahir segera
diletakkan di atas kain yang ada di perut ibu dengan posisi kepala sedikit
ekstensi, kemudian diberikan selimut tetapi bagian dada tetap terbuka. Kemudian
klem dan potong tali pusat. Tali pusat tidak usah diikat dulu, dan tidak
dibungkus.
2.
Pemotongan
tali pusat di dekat perineum
Biasanya dilakukan jika
tali pusat terlalu pendek, sehingga cara yang memungkinkan setelah bbl dinilai
tetapi sebelumnya bbl diletakkan diatas kain di dekat perineum. Kemudian segera
klem dan potong tali pusat.
Jika
setelah pemotongan tali pusat bayi tidak segera menangis atau bayi mengalami
asfiksia maka perlu dilakukan tindakan resusitasi sedini mungkin.
Langkah
– langkah dalam melakukan resusitasi adalah sebagai berikut :
1.
TAHAP
AWAL
Pada
tahap awal ini harus diselesaikan dalam waktu < 30 detik. Langkah tersebut
meliputi :
a.
Jaga
bayi agar tetap hangat
-
Letakkan
bayi di atas kain ke 1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari
perineum
-
Selimuti
bayi dengan kain tersebut, wajah, dada, dan perut tetap terbuka, potong tali
pusat
-
Pindahkan
bayi yang telah diselimuti kain ke 1 ke atas kain ke 2 yang telah digelar di
tempat resusitasi
-
Jaga
bayi tetap diselimuti dengan wajah dan dada terbuka dan dibawah pemancar panas
b. Atur posisi bayi
-
Baringkan
bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
-
Posisikan
kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan
mengganjal bahu
c.
Isap
lendir
-
Isap
lendir mulai dari mulut, kemudian dari hidung
-
Lakukan
pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan
-
Jangan
melakukan pengisapan terlalu dalam yaitu > 5 cm kedalam mulut karena dapat
menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba – tiba berhenti
bernafas. Untuk hidung jangan sampai melewati cuping hidung
d. Keringkan dan berikan rangsangan taktil
e.
Atur
kembali posisi kepala bayi
·
Lakukan penilaian bayi
Lakukan
penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau
megap –megap.
o Jika bayi bernapas normal : lakukan
asuhan pascaresusitasi.
o Jika bayi megap – megap atau tidak
bernapas : mulai lakukan ventilasi bayi.
2.
TAHAP
II : VENTILASI
Ventilasi
adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke
dalam paru dengan tekanan positif, untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernapas spontan dan teratur.
·
Langkah
– langkah :
a. Pasang sungkup
Pasang dan pegang
sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
b. Ventilasi 2 kali
-
Lakukan
tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan
sungkup atau remasan awal balon dan sungkup penting untuk menguji apakah jalan
napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
-
Lihat
apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan
atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang.Jika
tidak mengembang :
o Periksa posisi sungkup dan pastikan
tidak ada udara yang bocor.
o Periksa posisi kepala, pastikan posisi
sudah menghidu.
o Periksa cairan atau lendir di mulut.
Jika ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.
o Lakukan tiupan atau remasan 2 kali
dengan tekanan 30 cm , jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
-
Tiup
tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik, dengan
tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan atau menangis.
-
Pastikan
dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan
penilaian ulang napas.
Ø Jika bayi mulai bernapas normal/tidak
megap – megap dan atau
menangis,
hentikan ventilasi bertahap.
o Lihat dada bawah apakah ada retraksi.
o Hitung frekuensi napas per menit.
Ø Jika bernapas > 40 per menit dan
tidak ada retraksi berat :
o Jangan ventilasi lagi
o Letakkan bayi dengan kontak kulit bayi
ke kulit ibu pada dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL
o Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan
dan kehangatan.
Jangan tinggalkan bayi
sendiri. Kemudian lakukan
asuhan pascaresusitasi.
Ø Jika bayi megap – megap atau tidak
bernapas, lanjutkan ventilasi
d. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan
lakukan penilaian ulang napas.
- Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30
detik ( dengan tekanan 20 cm air )
- Setiap 30 detik, hentikan ventilasi,
kemudian lakukan penilaian ulang bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau
megap – megap :
Ø Jika bayi mulai bernapas normal / tidak
megap – megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap, kemudian lakukan
asuhan pascaresusitasi.
Ø Jika bayi megap – megap / tidak bernapas,
teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan penilaian ulang
napas setiap 30 detik.
e. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas
spontan sesudah 2 menit resusitasi.
- Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi,
apa yang anda lakukan dan mengapa
- Mintalah keluarga untuk mempersiapkan
rujukan
- Teruskan ventilasi selama mempersiapkan
rujukan
- Catat keadaan bayi pada formulir rujukan
dan rekam medik persalinan
f. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas
dan nilai denyut jantung
- Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30
detik ( dengan tekanan 20 cm air )
- Setiap 30 detik, hentikan ventilasi,
kemudian nilai ulang napas dan nilai denyut jantung
Ø Jika dipastikan denyut jantung bayi
tidak terdengar, lanjutkan ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi jika
denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan
kepadanya serta lakukan pencatatan bayi yang mengalami henti jantung 10 menit
kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
2.2
Konsep Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan
Asfiksia Sedang
2.2.1
Pengkajian
Tanggal :
Jam :
Tempat :
Oleh :
No. Reg :
1.
Data Subyektif
a.
Biodata
·
Biodata bayi
nama, jenis kelamin, usia tanggal lahir
·
Biodata orang tua
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
b.
Keluhan Utama
-
c.
Riwayat prenatal,
natal, dan postnatal
-
Prenatal :Ibu mengalami Preeklamsi/eklamsi,
hipotensi karena
perdarahan
dan adanya gangguan kontraksi uterus,
-
Natal :Lilitan tali pusat, Plasenta previa, solusio plasenta,
premature, gemeli, partus dengan tindakan
(vakum,
forsep) partus lama,
depresi pernafasan karena obat anastesia/analgetik yang diberikan pada ibu
d.
Kebutuhan dasar
Pola nutrisi, pola eliminas, pola istirahat, dan pola aktivitas
e.
Riwayat penyakit
keluarga
Gemeli, HIV,
diabetes, dan jantung.
f. Riwayat psikososial
-
2.
Data obyektif
1)
Pemeriksaan umum
- KU : lemah, bayi tidak
bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir.
-TTV : suhu : kurang dari normal
(normal 36,5-370 C)
: nadi : kurang dari normal (120 – 160 x / menit)
:RR : kurang dari normal
(40 – 60 x / menit)
2)
Pemeriksaan fisik
Muka : pucat/sianosis,
merintih/tidak menangis.
Mulut :warna bibir biru.
Hidung : ada pernafasan
cuping hidung.
Dada : ada retraksi dinding dada, ronchi (+).
Ekstremitas : tampak sianosis terutama pada kuku, lemah, tonus
otot kurang
baik/tidak ada.
3)
Pemeriksaan
neurologis
Reflek moro :
belum ada
Reflek menggenggam :
belum ada
Reflek rooting :
belum ada
Reflek menghisap :
belum ada
Glabella reflek :
belum ada
4)
Pemeriksaan
antropometri
BB : normal 2500 – 4000 gr
PB : normal 48 – 52 cm
LK : normal 33 – 35 cm
2.2.2
Assesment
Diagnosa : Bayi Baru lahir dengan
asfiksia sedang
Diagnosa Potensial : Asfikisa berat, Gangguan SSP, kejang, kematian.
Masalah : -
Masalah Potensial : -
2.2.3
Planning
1. Memberikan KIE pada ibu
dan keluarga tentang kondisi bayi
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan tampak kooperatif dengan bidan.
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan tampak kooperatif dengan bidan.
2. Menjaga kehangatan bayi
dengan cara menyelimuti dengan kain dan memotong tali pusat.
E/ Bayi belum menangis spontan, tali pusat sudah terpotong.
3. Memindahkan bayi ke
tempat resusitasi.
E/ Bayi masih lemah.
4. Mengatur posisi bayi
menghidu/kepala sedikit ekstensi.
E/ Jalan nafas tidak tersumbat.
5. Menghisap lendir mulai
dari mulut kemudian hidung dengan DeLee.
E/ Bayi ada usaha nafas spontan, bayi merintih.
6. Mengeringkan bayi mulai
muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya serta memberi rangsang taktil.
E/ Bayi sudah bisa menangis spontan, kulit kemerahan, tonus otot baik.
7. Mengatur kembali posisi
kepala bayi.
E/ Jalan nafas bebas dan tidak tersumbat lendir.
8. Melakukan penilaian pada
bayi
E/ Bayi bisa bernapas spontan.
9. Melakukan asuhan pasca
resusitasi pada bayi, meliputi:
Ø Pemantauan tanda bahaya
Ø Perawatan tali pusat
Ø Inisiasi menyusui bayi
Ø Pencegahan hipotermi
Ø Pemberian neo K
Ø Pencegahan infeksi
Ø Pemeriksaan fisik
E/ Kondisi bayi dalam batas normal, tidak ada kelainan kongenital.
10. Melakukan pemeriksaan TTV pada bayi.
E/ BB : 3000 gr ; PB : 40 cm ; Nadi:60 x/menit ; S: 36,7o C
11. Melakukan rawat gabung
antara bayi dan ibu.
E/ ibu dan bayi tampak lebih nyaman.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1
PENGKAJIAN DATA
Tanggal : 28 November 2013
Jam : 21.48 WIB
Tempat : di Rumah Bersalin “Mutiara”
Oleh : Bidan Ais, Amd. Keb.
No. Reg : -
3.1.1
Data Subyektif
1.
Biodata
Nama bayi : “Y” Nama
ibu/ayah : Ny. R &Tn H
Tanggal lahir : 28-11-13 Umur : 19 th& 26 th
Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMP & SMP
Umur : 3 menit Pekerjaan
: IRT & swasta
Alamat : Jojoran, Sby Agama : Islam
Alamat
: Jojoran,Sby
2.
Keluhan Utama
-
3.
Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita penyakit yang
dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi, dan TBC.Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu suntik TT selama hamil
2x, ibu makan 2-3 x. hari
4.
Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan, bayi lahir 21.45 WIB lahir normal, Bayi lahir tidak langsung menangis.BB bayi 3000 gr PB.40 cm ketuban banyak dan keruh, lilitan tali pusat
dan ditolong oleh bidan.
5.
Kebutuhan dasar
a.
Pola nutrisi
Bayi belum diberi ASI dan belum diberi makanan tambahan (PASI)
b.
Pola eliminasi
Bayi belum bisa BAB, BAK sedikit
c.
Pola istirahat /
tidur
Bayi belum istirahat / tidur
d.
Pola aktivitas
Bayi tidak segera menangis. Lemah dan gerakan kurang aktif
6.
Riwayat penyakit
keluarga
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang dapat berpengaruh dan menular terhadap bayi seperti DM, jantung,
TBC, hipertensi, asma, hepatitis.
7.
Riwayat Psikososial
Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya dan ibu
mengatakan siap merawat bayinya.
3.1.2
Data Obyektif
1.
Pemeriksaan umum
K : lemah,bayi tidak menangis
TTV :suhu : 350 C
Nadi : 80 x/menit
RR : 50 x/menit
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala :tidak ada kelainan
Muka :sianosis / pucat
Mata :Konjungtiva pucat, sclera tidak
icterus, tidak ada perdarahan.
Hidung :adapernafasan cuping hidungtidak ada nafas spontan.
Telinga :simetris, tidak
mengeluarkan cairan
Mulut :reflek hisap lemah
warna bibir biru
Leher :tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, venajugularis
Dada :terdapat retraksi dinding dada, pernfasan diafragmatik, tidak adabenjolan,
irregular, bayi ronkhi (+), wheezing (-)
Abdomen :tali pusat belum lepas dan sudah ditali
Genetalia :testis belum
turun, glan penis normal
Ekstremitas : warna kulit dan kuku sianosis, tonus otot lemah.
3.
Pemeriksaan
Nurologis
a.
Reflek moro
Pada bayi tidak timbul gerak terkejut ketika diberi suntikan mendada
b.
Reflek menggenggam
Saat tangan disentuh dengan jari pemeriksam bayi tidak menggenggam jari
pemeriksa
c.
Reflek rooting
Bayi tidak menoleh waktu pipi disentuh
d.
Reflek menghisap
Hisapan bayi pada putting susu lemah
e.
Glabella reflek
Bayi tidak mengerutkan kening dan mengedipkan mata saat disentuh pada daerah glabella
4.
Pemeriksaan
antropometri
a.
BB : 3000 gr
b.
PB : 40 cm
c.
LK : 34 cm
3.2
ASSESMENT
Diagnosa :
Bayi baru lahir dengan asfiksi sedang
Diagnosa Potensial :
Asfikisa berat, Gangguan SSP, kejang, kematian.
Masalah : -
Masalah
potensial : -
3.3
PLANNING
1. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi.
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan
tampak kooperatif dengan bidan.
2. Menjaga
kehangatan bayi dengan cara menyelimuti dengan kain dan memotong tali pusat.
E/ Bayi belum menangis spontan, tali pusat sudah dipotong.
3. Memindahkan
bayi ke tempat resusitasi.
E/ Bayi masih lemah.
4. Mengatur
posisi bayi menghidu/kepala sedikit ekstensi.
E/ Jalan nafas tidak tersumbat.
5. Menghisap
lendir mulai dari mulut kemudian hidung dengan DeLee.
E/ Bayi
ada usaha nafas spontan, bayi merintih.
6. Mengeringkan
bayi mulai muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya serta memberi rangsang taktil.
E/ Bayi
sudah bisa menangis spontan, kulit kemerahan, tonus otot baik.
7. Mengatur
kembali posisi kepala bayi.
E/ Jalan nafas bebas dan tidak tersumbat lendir.
8. Melakukan
penilaian pada bayi
E/ Bayi bisa bernapas spontan.
9. Melakukan
asuhan pasca resusitasi pada bayi, meliputi:
Ø Pemantauan tanda bahaya
Ø Perawatan tali pusat
Ø Inisiasi menyusui bayi
Ø Pencegahan hipotermi
Ø Pemberian neo K
Ø Pencegahan infeksi
Ø Pemeriksaan fisik
E/ Kondisi bayi dalam batas normal, tidak ada
kelainan congenital.
10. Melakukan pemeriksaan TTV pada bayi:
E/ BB : 3000 gr ; PB : 40 cm ; Nadi:60 x/menit
; S: 36,7o C
11. Melakukan rawat gabung antara bayi dan ibu
E/ ibu dan bayi tampak lebih tenang dan nyaman.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan kasus yang banyak dijumpai dilapangan yang
disebabkan karena keadaan ibu, keadaan tali pusat, serta keadaaan bayi pada pertolongan
persalinan. Sebagai bidan tentunya harus memiliki kemampuan atau berkompeten
untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir saat terjadi kasus asfiksia.
Karena tindakan yang cepat dan tepat dalam penanganan kasus asfiksia sangat
berpengaruh terhadap penurunan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu konseling
dan pemberian inform consent sangat penting dilakukan dalam penanganan kasus
asfiksia ini.
4.2
Saran
Hendaknya dalam asuhan kebidanan dikumpulkan data yang lengkap dan valid, agar kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan
yang optimal baik pada intervensi maupun implementasi terlebih dalam menentukan
atau mengidentifkasi atau diagnosa dan masalah sehingga kita dapat memahami dan
melakukan kebutuhan segera melakukan penanganan yang sesuai atau kompeten.
Dr. Soetomo. RSU.1994. PedomanDiagnosadanTerapi Lab/UPF IlmuKesehatananak. Surabaya: FK
UNAIR
Hassan,
Rusepno, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta: Infomedika
JNPK-KR. 2008. Pelatihan
Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Manuaba, Ida Bagus, 1998. IlmuKebidananPenyakitKandungan
Dan KeluargaBerencanaUntukPendidikanBidan, Jakarta :Arcan.
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis
ObstetriJilid 2. Jakarta : EGC
Vivian, Nani L.D. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika.
Lucky Club - Lucky Club Live
BalasHapusWith over 100 000 luckyclub members, Lucky Club offers a world-class gambling experience for punters. Join the world's biggest and best-loved casino site to