BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enterokolitis nekrotikans merupakan salah satu penyakit yang sangat
serius dan berat pada saluran pencernaan neonatus. Insidens enterokolitis
nekrotikans berkisar 1-5% kasus dan 5-10% diantaranya terjadi pada bayi berat lahir
sangat rendah (BBLSR) (berat lahir<1500 g) dan hanya 10% terjadi pada bayi
cukup bulan Sampai saat ini etiologi yang jelas mengenai enterokolitis belum
diketahui secara pasti, Namun beberapa teori berusaha menjelaskan timbulnya
nekrosis dan perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan neonatus yang
menderita penyakit ini. Enterokolitis nekrotikans termasuk penyebab utama
kesakitan dan kematian pada neonatus, dengan angka kematian mencapai 20-50%.
Angka mortalitas sangat bervariasi bergantung pada
berat badan lahir, penyakit penyerta, virulensi proses penyakit dan apakah
pasien dilahirkan lokal atau pernah dirujuk.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
pengertian enterokolitis nekrotikans neonatus
2. Mengetahui
etiologi penyakit
3. Mengetahui
manifestasi klinis
4. Mengetahui
diagnosis penyakit
5. Mengetahui
prognosis penyakit
6. Mengetahui
pencegahan terhadap penyakit
7. Mengetahui
penatalaksanaannya
8. Mengetahui
asuhan yang tepat untuk bayi dengan enterokolisis nekrotikans
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian
Menurut Paulette S.H, Enterokolitis nekrotikans adalah predominan penyakit bayi prematur yang penyebabnya multifaktor dan beratnya berkisar dari nekrosis mukosa lokal pada segmen kecil usus sampai nekrosis transmural seluruh usus kecil dan kolon.
Menurut Paulette S.H, Enterokolitis nekrotikans adalah predominan penyakit bayi prematur yang penyebabnya multifaktor dan beratnya berkisar dari nekrosis mukosa lokal pada segmen kecil usus sampai nekrosis transmural seluruh usus kecil dan kolon.
Enterokolitis nekrotikans merupakan
penyebab umum perforasi usus selama masa neonatus. Penyakit ini merupakan penyakit usus yang banyak dijumpai pada bayi
berat badan lahir rendah (BBLR) dan juga pada bayi premature.
2.2 Etiologi
Etiologi
pastinya belum diketahui. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya
enterokolitis nefrotikans. Faktor utamanya ialah immaturitas saluran cerna.
Factor lain seperti hipoksia iskemia, sepsis perinatal, transfusi tukar,
kateter umbilikius, polisitemia, susu sapi, obat-obat hipertonik, atau pemberian
makanan yang terlalu cepat dapat turut menyebabkan jejas mukosa, dan
selanjutnya terjadi infeksi yang menyebabkan nekrosis
2.3 Manifestasi
Klinis
a. Sering
datang dengan gejala non spesifik : letargi, instabilitas suhu, apneu,
bradikardi, hipoglikemia dan syok.
b. Gejala
yang lebih spesifik : distensi abdomen, residu lambung yang banyak bila siberi
makan, muntah, diare, darah samar atau nyata pada tinja.
c. Perkembangan
penyakit : distensi abdomen memburuk, dinding abdomen lembek, tampak lengkung
usus dan oedema, eritema, serta krepitus dinding abdomen.
d. Temuan
laboratorium meliputi neutropenia, trombositopenia dan asidosis metabolik. Pada
pasien NEC biasanya ditemukan 30-35% kultur darah positif.
e. Temuan
radiologis meliputi : pola ileus, pneumatosis intestinalis, udara dalam vena
porta, pneumoperitonium, cairan intraperitonial serta lengkung usus dilatasi
menetap pada filum anteroposterior dan lateral dekubitus kiri.
2.4 Diagnosis
Diagnosis
enterokolitis nekrotis dapat ditegakkan dengan adanya pneumatosis intestinal
yang dapat dilihat melalui roentgen perut. Gas vena porta yang ditemukan
menunjukkan tingkatan penyakit telah berada pada fase berat dan pneuporitoneum
menunjukkan perforasi. Diagnosa banding enterokolitis meliputi infeksi spesifik
(sistemik atau intestinal), obstruksi, dan volvulus.
2.5 Prognosis
Komplikasi
enterokolitis nekrotikans pasca reaksi usus masis meliputi sindrom usus pendek
(malabsorbsi, kegagalan pertumbuhan, malnutrisi), komplikasi makanan parenteral
total karena kateter vena sentral (sepsis, thrombosis) dan ikterus kolestasis
yang dapat memburuk menjadi sirosis. Komplikasi lainnya seperti striktur,
malabsorpsi, hipermotilitas usus, hipersekresi asam lambung, pertumbuhan
bakteri berlebih, waktu transit intestinal berkurang serta defisiensi vitamin
B12 dan garam empedu.
2.6 Pencegahan
Pencegahan
dapat dilakukan dengan pemberian makanan tambahan yang bijaksana sesuai dengan usia bayi dan
pemberian ASI
2.7 Penatalaksanaan
a. Terapi medis suportif, pendekatan yang mungkin bila
tidak ada bukti nekrosis dan perforasi usus.
·
Istirahat dan dekompresi usus
·
Hentikan
pemberian makanan dan minum enteral
·
Berikan cairan
intravena : infus glukosa atau garam normal.Penggantian cairan dan elektrolit agresif, transfusi produk darah sesuai
keperluan.
·
Pasang pipa
lambung untuk drainase
·
Mulai lagi
pemberian ASI melalui pipa lambung pelan-pelan dan tingkatkan perlahan-lahan
sebanyak 1-2 mL/minum jika abdomen tidak
mengalami nyeri-tekan, BAB normal tanpa ada darah, dan tidak muntah kehijauan.
Mulailah memberi ASI
·
Jika bayi mengalami
apnu atau mempunyai tanda bahaya lainnya, berikan oksigen melalui
pipa nasal. Jika apnu berlanjut, beri aminofilin atau kafein IV
·
Pantau pemeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap, hitung platelet,
analisis gas darah, elektrolit serum, DIC dan kultur darah)
·
Jika bayi pucat,
cek hemoglobin dan berikan transfusi jika hemoglobin < 10 g/dL.
·
Berikan
antibiotic spektrum luas seperti ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin ditambah metronidazol (jika tersedia) selama
10 hari.
·
Pemeriksaan fisik yang sering, radiografi abdominal serial setiap 6
sampai 8 jam.
b. Intervensi bedah untuk
indikasi seperti pneumoperitoneum, penurunan klinis meskipun penanganan telah
agresif, teraba massa abdomen, lengkung usus dilatasi menetap pada radiografi,
adanya udara vena porta pada radiografi (kontroversial) dan parasentesis yang
positif lebih dari 0,5 mL cairankuning-coklat yang mengandung bakteri pada
pewarnaan Gram.
c. Intervensi bedah meliputi laparatomi
dengan reseksi usus nekrosis dan kemungkinan pembuatan ostomi. Usaha dilakukan
untuk mereseksi usus yang jelas nekrosis atau
perforasi dan mempertahankan katup ileosekal.
d. Drainase peritoneal untuk pengobatan perforasi, pemasangan drain penrose
di abdomen bawah (prosedur di tempat tidur) untuk mendekompresi udara, cairan
dan material tinja.
e. Terapi
pascaoperasi.
·
Dukungan pernapasan
·
Resusitasi cairan mungkin diperlukan sekunder akibat kehilangan dan
sepsis rongga ketiga, pemberian antibiotik.
·
Observasi dinding abdomen dan stoma terhadap perubahan warna dan
pembengkakan, Pantau CBC, platelet, elektrolit, dan status asam-basa. Asidosis
persisten menunjukkan adanya usus nekrotik.
f. Penutupan
stoma. Bila bayi telah menoleransi makanan dan beratnya bertambah, reanastomosis
bisa ditunda sampai 4 bulan atau lebih. Haluaran berlebih dari stoma mengharuskan
penutupan stoma yang lebih dini.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN PADA BAYI DENGAN ENTEROKOLITIS
NEFROTIKAN
DI RUMAH SAKIT BUNDA TAHUN 2013
3.1
PENGKAJIAN DATA
Tanggal : 25
November 2013
Jam : 10.00
WIB
Tempat : di
Rumah Sakit Bunda
Oleh : Bidan
Sri Amd. Keb.
No. Reg : 0324
3.1.1
Data Subyektif
1.
Biodata
Nama bayi : “B” Nama ibu/ayah : Ny. M & Tn S
Tanggal lahir : 28-11-13
Umur : 21 th & 25th
Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : SMA & SMA
Umur : 1
bulan Pekerjaan : IRT & swasta
Alamat : Kedung
Sroko Agama : Islam
Alamat
: Kedung Sroko
2.
Keluhan Utama : Ibu mengatakan perut bayi
kembung,bayi sering muntah,BAB agak encer dan berdarah sejak 1 minggu yang
lalu.
3.
Riwayat Prenatal
Ibu mengatakan hamil pertama, ibu tidak pernah menderita penyakit yang
dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi, dan TBC.
Ibu periksa hamil 6x selama hamil. Ibu suntik TT selama hamil 2x, ibu makan 2-3
x. hari
4.
Riwayat Natal
Ibu mengatakan usia kehamilannya 8 bulan, bayi lahir 17.00 WIB lahir
spontan, Bayi lahir menangis tidak begitu kuat. BB bayi 1900 gr PB. 40 cm
ketuban jernih dan ditolong oleh bidan.
5.
Kebutuhan dasar
a.
Pola nutrisi
Bayi sudah diberi
pisang sebagai makanan pendamping ASI
b.
Pola eliminasi
BAB encer dan ada
bercak darah
c.
Pola istirahat / tidur
Bayi rewel
d.
Pola aktivitas
Bayi lemas dan
gerakan kurang aktif
6.
Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang dapat berpengaruh
dan menular terhadap bayi seperti DM, jantung, TBC, hipertensi, asma,
hepatitis.
7.
Riwayat Psikososial
Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran bayinya dan ibu
mengatakan siap merawat bayinya.
3.1.2
Data Obyektif
1.
Pemeriksaan umum
KU : lemah
TTV suhu :
380 C
Nadi : 100 x/menit
RR : 60 x/menit
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala : tampak
bersih dan teraba hangat
Muka : sianosis
/ pucat
Mata : konjungtiva
pucat, sclera tidak icterus, tidak ada perdarahan.
Mulut : reflek hisap lemah warna bibir biru
Dada : tidak ada benjolan, irregular
Abdomen : teraba lembek,tampak lengkung usus
Ekstremitas : warna kulit dan kuku sianosis, tonus otot
lemah.
Anus :
BAB encer dan ada bercak darah pada feses
3.
Pemeriksaan Neurologis
a.
Reflek moro
Pada bayi tidak timbul gerakan terkejut ketika dirangsang dengan tepukan
b.
Reflek menggenggam
Saat tangan disentuh dengan jari pemeriksam bayi tidak menggenggam jari
pemeriksa
c.
Reflek rooting
Bayi tidak menoleh
waktu pipi disentuh
d.
Reflek menghisap
Hisapan bayi pada
putting susu lemah
4.
Pemeriksaan antropometri
a.
BB : 1900 gr
b.
PB : 40 cm
c.
LK : 29 cm
d.
LD : 30 cm
5. Pemeriksaan
penunjang
a. Rontgen :
terdapat
pneumatosis intestinalis,ada udara dalam vena porta, terdapat cairan intraperitoneal
b. Laboratorium :
Kultur darah positif
3.2
ASSESMENT
Diagnosa : Bayi dengan suspek
enterokolisis nekrotikans
Diagnosa Potensial : Sepsis
Masalah :
Syok, hipoglikemia
3.3
PLANNING
1. Memberikan KIE pada ibu dan keluarga tentang kondisi bayi.
E/ Ibu dan keluarga mengerti kondisi bayi dan
tampak kooperatif dengan bidan.
2. Memberikan cairan intravena
E/
Cairan dextrose telah terpasang sesuai dengan advise dokter
3. Memasang pipa lambung
E/
Pipa lambung untuk drainase telah terpasang melaui mulut bayi
4. Memberikan Oksigen
E/
Oksigen telah terpasang dan diberikan pada bayi
5. Melakukan pemeriksaan laboratorium
E/
Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan
6. Memberikan antibiotik
E/
Antibiotic
spektrum luas seperti ampisilin (atau penisilin) dan gentamisin ditambah metronidazol sudah di berikan
7. Melakukan pemeriksaan foto rontgen sesuai advise dokter
E/
Foto rontgen abdominal telah dilakukan sesuai dengan advise dokter tiap 8 jam
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Enterokolitis nekrotikans adalah penyebab umum
perforasi usus selama masa neonatus yang banyak dijumpai pada bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) dan juga pada bayi premature. Etiologi pastinya belum
diketahui. Namun faktor utama timbulnya enterokolitis nekrotikans ialah
immaturitas saluran cerna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan
adanya pneumatosis intestinal yang dapat dilihat melalui roentgen perut.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian makanan tambahan yang bijaksana
sesuai dengan usia bayi dan pemberian ASI. Penatalaksanaan untuk penyakit ini disesuaikan dengan gejala
kasus yang dicurigai dan terdiagnosa.
4.2 Saran
Hendaknya dalam asuhan kebidanan dikumpulkan data yang lengkap dan
valid, agar kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan yang optimal baik
pada intervensi maupun implementasi terlebih dalam menentukan atau
mengidentifkasi atau diagnosa dan masalah sehingga kita dapat memahami dan
melakukan kebutuhan segera melakukan penanganan yang sesuai atau kompeten.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Behrman,RE , Kliegman RM. 2010. Nelson Esensi
Pediatri Edisi 4. Jakarta : EGC
Gary,F Cunningham dkk. 2006. Obstetri Williams.
Jakarta : EGC
http://www.ichrc.org/311-enterokolitis-nekrotikan diakses pada
tanggal 26 November 2013
Haws, Paulette S.2008. Asuhan Neonatus Rujukan
Cepat. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar